Minggu, 22 April 2012

Dinda Seroja

Dinda kau seroja Sedang gundahkah kau disana Perihkah hatimu terhimpit seribu tanya Hujan mana yang kau ratapi Angin mana yang kau hirup kini Suaramu, terkunci jugakah? Tenang dindaku, waktu hanya hisapan permen Sejuk kataku pun tak sanggup tertumpah Aku terkunci juga, terhimpit juga Hentak bunyi sampai karuan tak terasa Hanya nadi ditemani mata berkaca-kaca Tak ku sangka sedahsyat ini Dalam Begitu sunyi Namun aku yakin kau merasakannya jua Kau mengertikannya juga Biar kita terpisah kini dicekik rindu Demi pertemuan selamanya

Selasa, 31 Januari 2012

Taman langitku


Segerombolan awan telah menungguku. Aku berjanji akan menyemai bibit sakura di putih lembut awan. Agar kelak ketika musim semi tiba nanti, sakura pun turun menemani beningnya butir-butir air hujan. Hingga jadilah hujan sakura.
Aku tak sendirian. Terlalu banyak awan yang harus kusambangi dari ujung langit ke ujung langit. Untuk itu, sepuluh ekor kanguru berbaik hati menolongku. Mereka memenuhi kantungnya dengan bibit-bibit sakura, kemudian mereka melompat-lompat dengan lincah menghampiri satu per satu awan tanpa ada yang terlewat.
Dan aku, aku tak mau kalah sibuk dengan mereka. Aku sibuk melukis langit. Birunya laut dari ujung laut ke ujung laut bersedia menjadi cat lukisku. Hingga biru cerahnya takkan luntur tersapu angin atau hujan sekalipun. Ia akan tetap menjadi langit biruku. Kelak, birunya akan semakin bercahaya di sinari cahaya ilmu.
Dan semuapun beres. Untuk menutup hari di taman langitku. Aku mengajak kanguru berseluncur di atas pijakan pelangi, sebagai obat hati atas peluhnya dan manis perjuangannya. Sampai-sampai mereka tak mau ku ajak pulang. Mereka berbisik padaku, mereka ingin menjaga sakura disini sampai aku kembali di waktu yang tepat membawa hati yang terjaga dalam diam.
Dan inilah taman mimpiku, taman langitku yang ku beri nama Assyifa. Akan ada senyum yang menyambutmu dari taman langit, Assyifa.

Di bawah LangitNya, 22 Januari 2012

Assyifa

Memprioritaskan prioritas hidup

Belum lama kita dihebohkan oleh tragedy maut tugu tani. Pemeran utamanya seorang gadis yang menutupi kepalanya dengan kerudung saat disorot kamera. Belakangan, banyak orang yang penasaran dengan kehidupan pribadinya. Beberapa media dengan semangat memberitakan bahwa wanita di balik setir mobil maut itu adalah wanita yang rajin beribadah dan berasal dari keluarga yang religious. Ibunya seorang hajjah dan dia aktif di kegiatan-kegiatan keagamaan. Alhasil muncul banyak cibiran dan hujatan bukan saja ditujukan padanya tapi juga pada identitas muslimnya. Kasus diatas hanya satu dari kasus-kasus lainnya dan hal ini bukan hujatan dan cibiran pertama dan satu-satunya untuk islam. Sayangnya, banyak dari masyarakat kita yang justru menyalahkan syariat islamnya atau identitas muslimnya bukan orangnya. Maka tak heran jika muncul pernyataan-pernyataan berikut.
“Percuma aja pake jilbab, tapi kelakuannya ga bener. Lebih baik ga pke jilbab sekalian”
“Sekarang sich banyak orang yang STMJ (sholat terus maksiat jalan) jadi ngapain juga sholat”
Memang agak sulit mengakuinya, tapi setidaknya dua pernyataan diatas cukup mewakili kondisi umat islam saat ini. Banyak dari kita yang “rajin”beribadah tapi masih saja gemar bermaksiat. lalu untuk apa beribadah?alangkah jauh lebih baik orang yang jarang atau bahkan tidak pernah beribadah tapi berkelakuan baik. Ironis, alasan tersebut dipegang teguh oleh mereka yang sadar, tidak sadar atau mungkin tak berniat sadar bahwa sebenarnya mereka telah berteman akrab dengan pasukan setan. Bukan. Bukan berteman akrab, tapi lebih tepatnya berserah diri pada setan dan hawa nafsu.
Pernyataan tersebut tidak mutlak salah dan tidak mutlak juga benar. Tidak mutlak salah karena faktanya fenomena tersebut banyak terjadi di sekitar kita. Bahkan bukan lagi bersifat tabu. Tapi tidak pula mutlak benar. Karena pada hakikatnya mereka tak sebenar-benarnya sholat juga tak sebenar-benarnya menutup aurat.
Hakikatnya sholat mampu mencegah perbuatan keji dan munkar. Lalu bagaimana dengan mereka yang rajin sholat tetapi masih bermaksiat?karena sholat mereka sebatas ritual. Hanya menggugurkan kewajiban. Bukan sebuah kebutuhan. Dengan sholat, karakter seseorang terbentuk. Dengan sholat, seseorang melatih keseimbangan otak kanan dan otak kiri nya, menyeragamkan apa yang ada di hati, lisan dan gerakan. Bukankah dalam hidup, sepatutnya hati, lisan dan perbuatan memiliki keseragaman. Dengan sholat pula, kita belajar bersabar.
Hakikat kita mengenakan jilbab bukan sekedar menutup aurat, bukan sekedar menunjukan identitas bahwa kita adalah seorang muslimah. Tapi sebuah ketaatan pada Sang Maha Indah, Sang Pemilik hakiki tubuh indah ini. Pernahkah kita berfikir, bahwa sebenarnya tubuh kita ini bukanlah sepenuhnya milik kita. Ada Dzat yang memilikinya. Pemiliknya hanya menitipkannya pada kita untuk dijaga dengan pakaian yang menutup aurat. Lalu, kita sebagai pihak yang hanya dititipkan tak mau memenuhi permintaannya. Padahal sejatinya tubuh ini bukan milik kita.
Islam bukan sekedar simbol. Bukan sekedar ritual belaka. Islam bukan hanya sholat, mengaji, puasa, dan haji. Islam bukan sekedar hubungan kita dengan Allah saja. Islam tak sekedar berada di masjid. Jadi tak perlu lagi mengerutkan kening ketika ada orang yang berbicara tentang politik, ekonomi, sosial, pendidikan dikaitkan dengan islam. Karena Islam telah mengatur semuanya bahkan untuk sekedar hal kecil seperti makan, minum, tidur, dll.
Kita tercipta untuk beribadah kepada Allah. Dan itu tujuan kita hidup di dunia ini. Seperti dalam surat al hujjurat ayat
“Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembahku”
Maka beribadah adalah tujuan hidup kita, menjadikannya priorotas hidup. Tak sekedar itu, kita juga perlu memprioritaskan kualitasnya. Memprioritaskan kualitas ibadah kita. Lalu apa yang kita cari jika ibadah bukan lagi menjadi prioritas hidup kita??
Wallahu’alam bishowab

Di bawah LangitNya, 30 Januari 2012

Assyifa

Kamis, 05 Januari 2012

Menjaganya dalam diam

************
“Nan, boleh bunda tanya sesuatu?”suara bunda membuatku keluar dari ruang imajinasiku.
“apa sich yang ndak buat bunda” jawabku sekenanya masih dengan jari jemari di atas keyboard.
“Kinan pernah ngerasain jatuh cinta?”kali ini pertanyaan bunda mampu menghentikan tarian jemariku di atas keyboard komputer.
Sebelum menjawab pertanyaannya ku sempatkan melemparkan senyum lebar, “Bunda ini aneh dech pertanyaannya”.
Tapi sepertinya senyum lebarku semakin membuat kening bunda berkerut, “aneh gimana?yang aneh itu kamu, Nan. Yang bunda lihat anak gadis seusia kamu itu sudah banyak yang kenal ma cowo. Tuh liat Rani anaknya pak RT hampir setiap hari diantar jemput pacarnya, belum lagi kalo malam minggu banyak anak-anak muda sini yang main keluar atau diapelin ma pacarnya kayak Erna, diah, nita, rosi, vera, lina, sarah, siti, karin, ...”. hampir saja bunda mengabsen semua anak gadis satu RW kalo saja suara SMS di hape bunda tidak berdering. Aku masih mengutak atik tulisanku sembari menuggu kalimat lanjutan dari bunda sekaligus menerka-nerka anak gadis siapa lagi yang belum bunda sebutkan tadi. Rasanya aku tau, sepertinya tinggal satu nama yg tertinggal. Kinan, namaku sendiri. Hehe..
Masih dengan hape di tangannya, bunda melanjutkan kalimatnya “mereka itu seusia kamu bahkan ada yang lebih muda dari kamu tapi beda sekali dengan kamu. Bunda ga pernah liat kamu jalan bareng sama cowo, apalagi malam minggu kerjaannya Cuma ngeberantakin buku dimana-mana. Bunda takut kalau....kalau kamu...”
“kalo kinan ga normal maksud bunda??”sergapku langsung
“iyaaa... bukan itu aja. Bunda juga takut nanti kalau kamu ga laku apalagi kamu kalau pake baju nakutin, udah kayak teroris aja gimana ada laki-laki yang mau deketin kamu kalo penampilan kamu kayak gitu, yang ada mereka lari ketakutan duluan . Nan... Kamu ini udah 22 tahun loch...”.
Aku menghela nafas panjang, “ bundaaa.... anak perempuan bunda yang paaaling cantik ini normal kok, sumpeh dech!! Hehehe... kinan pernah jatuh cinta tapi ga musti di kasih tau ke orang-orang kan bunda?masa kinan harus umumin di masjid kalo kinan lagi jatuh cinta, pengumuman-pengumuman bapak ibu warga RW 03 diberitahukan bahwa putri dari bapak Aji yaitu Kinan sedang jatuh cinta. Kan ga gitu bunda?hehehe...” godaku sembari merebahkan diri di pangkuan bunda.
“huh, kamu ini kalau dibilangin. Bunda ini serius loch Nan...” kali ini memang wajah bunda jauh lebih serius. Hanya perasaanku saja apa memang sebenarnya wajah bunda memang sudah serius sejak pertanyaan awal tadi.
Akupun mencoba lebih serius sekarang, “kinan juga serius bunda. Kinan pernah jatuh cinta, tapi Kinan lebih nyaman untuk menyimpan sendiri perasaan Kinan biar Cuma Kinan dan Allah aja yang tau. Kinan gak mau dipermainkan sama perasaan Kinan sendiri kayak di sinetron-sinetron itu loch bunda, bunuh diri Cuma gara-gara cinta. Naudzubillah.. Kinan juga lebih nyaman dengan penampilan Kinan seperti ini, Kinan merasa lebih aman dan lebih pede. Ketimbang harus buka-bukaan, ga dijamin dech Kinan aman dari mata-mata jahil. Nanti kalo udah waktunya juga, jodoh Kinan datang sendiri tanpa harus dicari apalagi dikejar-kejar. Jadi bunda tenang aja dechh....”.
Percakapan sore itu berakhir dengan baik meskipun aku tau bunda masih gelisah dengan masa depanku. Masa depan??hemm.. apa memang sepertinya aku harus sudah memikirkan masa depan??tapi kuliahku masih setahun lagi, lagipula amanah di kampus masih seabrek-abrek.
************
Sore ini betul-betul menyebalkan, rencanaku melahap buku yang baru aku beli siang tadi gagal. Gara-gara cowo aneh di depanku sekarang.
“Kinan, bunda sama tante Dina pergi dulu ya. Kamu temenin mas Gilang di rumah, di ajak ngobrol mas Gilangnya. Kasian kan sudah jauh-jauh dari Malang Cuma mau ketemu kamu. Nak Gilang, tante tinggal dulu ya”. Sapaan bunda dibales anggukan kepala dan senyum dari mas Gilang.
Kata bunda, mas gilang itu dulu adalah teman kecilku. Sejak aku usia 2 tahun. Aduuh.. aku mana ingat waktu usiaku sekecil itu. Dia tetangga depan rumah sebelum aku pindah ke rumahku sekarang ini. Apalagi setelah SMP mas Gilang pindah ke Malang sampai sekarang sudah bekerja disana.
“Kamu sudah besar ya de. Beda loch sama waktu kecil, sekarang jauh lebih cantik. Terakhir ketemu waktu kamu masih SD ya. Sekarang sudah mau lulus kuliah. Mas ga nyangka waktu itu cepat ya de, sejak mas pindah ke malang. Mas keingetan kamu terus loch. Sudah sebesar apa kamu sekarang, sudah lebih cantik sepertinya. Dan ternyata firasat mas benar. Pantas aja begitu ada kesempatan pulang kesini, mas rasanya langsung pingin ketemu kamu. Gak sabar pingin liat wajah ayu kamu. Wah setelah ketemu kamu kayaknya mas akan sering-sering kesini. Boleh kan?kapan-kapan kita harus jalan-jalan berdua, nonton di bioskop, keliling kota naik motor, kalau perlu kamu mas ajak jalan-jalan ke Malang. Malang itu pemandangannya indah de, kayak wajah kamu.”
Preettt…. !!!Haduuuuhhhhh.... telingaku panas mendengarnya apalagi kelimat panjang yang ia keluarkan itu isinya rayuan gombal semua. Geli mendengarnya. Sepertinya aku harus cari cara untuk menghentikan mulut manisnya itu.
“mas gilang suka main game kan?adikku punya game baru loch mas. Pokoknya mas harus coba. Dijamin seru abisss dech” ucapku sedikit memaksa sembari berjalan mengambil game baru yang kemarin dibelikan ayah untuk adikku. Untung saja aku ingat bunda pernah bilang kalo dia maniak game dan untungnya adikku sedang tidur jadi ia tidak tau kalo game nya aku pinjam untuk menutup mulut mas gilang.
Ternyata strategiku berhasil. Dia lupa sama rayuan pulau kelapanya. Game baru itu sudah menyita semua konsentrasinya. Alhasil, aku bisa melahap buku baruku sampai menunggu bunda pulang.
************
Jam dinding di kamarku menunjukan waktu pukul 08.00 WIB, itu artinya 1 jam lagi hidupku akan berubah.
“Untuk yang terakhir kalinya loch kak, kakak yakin dengan keputusan ini?” serangan fajar dari adik sepupuku Mitha, membuatku mengernyitkan kening.
“kenapa sih de, kok nanya begitu?”
“ga apa-apa, aku Cuma aneh aja. Kakak yakin mau menikah dengan cowo yang kaku gitu, ga ada romantis-romantisnya” ucapnya polos. Mendengarnya, aku nyaris tertawa terbahak-bahak. Untung aku ingat, sudah banyak orang di rumahku. Aku tidak bisa menahan tawa. Aku biarkan Mitha bingung dan kesal menungguku selesai tertawa.
“dia itu bukan Cuma ga romantis de. Dia ga pernah ngasih kakak bunga kayak pacar kamu, dia ga pernah ngapelin kakak, dia ga pernah ngajak kakak jalan, dia ga pernah menyentuh kakak, dia ga pernah menatap mata kakak, dia ga pernah memberikan perhatian berlebihan ke kakak, dan parahnya lagi, dia ga pernah menyatakan cinta ke kakak bahkan sampai detik ini, 1 jam menjelang ijab qobul. Parah banget kan?” jawabku santai sembari membalas SMS yang masuk ke HP ku.
“hahh??kok kakak mau sih??jangan-jangan dia ga cinta ma kakak. Aduhhh.. kalo Mitha jadi kakak, Mitha kabur deh dari sekarang”. Ucapnya panic sendiri. dan aku semakin tak tahan untuk tidak tertawa.
“Mitha sayaaang… Justru kakak mau menikah dengan dia karena dia ga pernah ngasih kakak bunga, ga pernah ngapelin kakak, ga pernah ngajak kakak jalan, ga pernah menyentuh kakak, ga pernah menatap mata kakak, ga pernah memberikan perhatian berlebihan ke kakak, dan karena dia ga pernah menyatakan cinta ke kakak bahkan sampai detik ini. Dan kakak bersyukur untuk itu… itu tandanya dia benar-benar sayang sama kakak”
“sayang darimana?kakak baru pertama kali kenal dia ya?kakak dijodohin?”
“ga kok, kakak udah kenal dia 3 tahun. Dan kakak sendiri yang milih dia. Kamu inget ga, waktu kita bantuin bunda ngejagain murid-murid TK nya bunda ikut acara outbond?dia kan salah satu E.O nya waktu itu”
“iya, aku inget. Tapi aku ga habis pikir. Waktu itu kakak ma dia kan diem-dieman aja. Kayak orang musuhan.”
Aku tersenyum mendengarnya, dan aku terbiasa mendapatkan respon seperti ini. Seperti 3 bulan yang lalu…
Sudah dua jam aku uring-uringan di hadapan ayah dan bunda. Dan ayah menangkapnya.
“kamu kenapa sih nan?ada yang mau disampein ke ayah bunda?”
“Kok ayah tau” batinku mengunggam
“bismillahirrahmaniirahim….. ayaaaahhh… bundaaaa….. mmm… menurut ayah bunda kalo……mmm…bukan..bukan… begini maksud kinan, ayah ma bunda….. ngijinin ga kalo…semisalnya…. Ada yang ….mmm….. aduuuhh gimana yaaa… gini…kalo kinan…. Kalo ada yang ngelamar kinan jadi istrinyaaaa??” ucapku pelan sampai-sampai mandi keringat
“apa???” jawab ayah bunda kompak. Dan aku tak berani menatap mata keduanya. Bunda segera mendekatiku, dan mengamatiku dari ujung kepala sampai ujung kaki.
“kamu ga hamil kan nan??” tanya bunda sembari memegang perutku.
“Bundaaa…. Ya gak lah. Bunda ni aneh deh”
“Bukan sayang, bunda heran. Kamu tiba-tiba minta ijin untuk nikah. Nah, pacar aja ga punya. Jangankan pacar, teman laki-laki juga ga ada, mas gilang aja kamu cuekin. Ini tiba-tiba minta ijin nikah, yang bener aja. Jujur deh, kamu hamil nan?”
“Bundaaaa… wallahi kinan ga hamil dan kinan ga apa-apa. Kinan sehat wal afiat dan kinan sadar sesadar-sadarnya. Kan bunda sendiri yang bilang ke kinan kalo kinan harus mulai memikirkan masa depan. Nah, ini kinan sedang memikirkan masa depan bundaaaa…”
Bunda tak menjawab, hanya melihat ayah tajam dan dibalas ayah dengan senyum.
“kalo ayah n bunda ngijinin. Besooookkkk……… orangnya akan ke rumah”
“apa??” jawab ayah bunda serempak untuk kedua kalinya
“mau lamaran besok nan??kamu ini gimana masa mau lamaran besok, baru ngomongnya sekarang”
“bukan lamaran bundaaa.. Cuma mau kenalan dulu ma ayah bunda. Sendirian kok.”
Hening. Lama sekali tak ada respon. Hanya ayah bunda yang sedang saling menatap. Sepertinya mereka punya bahasa isyarat sendiri lewat mata yang tak bisa diterjemahkan lewat kata-kata. Fiuhh.. dan aku semakin gemetar.
“baiklah, ayah tunggu besok” jawaban ayah membuatku sedikit lega.
“tapi… ayah mau kenal dulu orangnya ya, ga langsung mutusin kasih ijin kamu apa ga.”
“siap ayah…!!” ucapku sambil mencium tangan keduanya dan segera pergi ke kamar.
Keesokan harinya, setelah pertemuan sore itu. aku dipanggil untuk disidang oleh ayah dan bunda di ruang keluarga. Hasil sidang menyatakan bahwa ayah dan bunda memberikan respon positive terhadap ikhwan yang ku kenalkan sore itu.
************
Cerita diatas bisa terjadi pd siapa sj terutama para akhwat ADK. so, dakwah pd keluarga juga sangat diperlukan dari sekarang terkait konsep pergaulan islami.

Di bawah langitNya, 20 Desember 2011

Assyifa

Selasa, 08 November 2011

Aku ingin langit tetap biru bersama hujan


Aku ingin menari bersama hujan. Tapi aku tak ingin langit menjadi kelam karena hujan datang. Aku ingin langit tetap biru bersama hujan. Aku ingin bernyanyi diiringi gemericik air. Tapi aku tak ingin langit menggelegar bersama gemuruh petir. Aku ingin langit tetap biru bersama hujan. Aku ingin melayang bersama riak-riak air. Tapi aku tak ingin langit menjadi panggung pertunjukan kilatan halilintar. Aku ingin langit tetap biru bersama hujan.
Aku ingin terbang bersama sapuan lembut angin hingga terjatuh di pelangi. Menikmati hujan di atas pijakan pelangi. Dan bersandar pada pelangi untuk menyapa birunya langit dari dekat. Melompat dari satu awan ke awan lain hingga sampai tepat diatas guguran sakura. Mengantarkan hujan menyemai sakura. Dan membawa sakura di sandaran pelangi. Menikmati hujan bersama sakura di atas pijakan pelangi dan menaburkan sakura di birunya langit.
Berharap Engkau yang berada di balik rahasia birunya langit tersenyum melihat tingkahku yang konyol. Tak apa, asal Engkau tak memalingkan wajahMu dariku. Karena aku terlalu takut bahkan untuk sekedar membayangkannya.



Di bawah langitNya, 30 oktober 2011

Assyifa,

Benderang lilin di birunya langit


Satu per satu lilin harapanku mulai benderang. Meski bukan aku yang memantik cahayanya. Namun dua diantara lilin-lilin harapanku mungkin takkan pernah menyala. Bukan karena aku tak punya api untuk memantik cahayanya. Aku punya. Dan bukan karena aku tak tau caranya. Aku tau. Tapi aku sendiri yang telah merusak sumbunya. Dan api untuk dua lilin itu akan aku simpan dan ku berikan pada lilin harapan milik ia yang telah memantikkan cahaya untuk satu per satu lilin-lilin harapanku. Dan akan aku tempatkan disamping dua lilinku yang telah kehilangan sumbunya. Agar tetap benderang sekalipun ia telah kehilangan harapan untuk benderang. Untuk bersama-sama benderang menerangi gelap di sekitarnya. Meski mereka takkan sebenderang mentari yang menerangi biru langit.


Di bawah langitNya, 30 oktober 2011

Assyifa

Kau lebih dari sekedar sahabat

Aku ingin kau lebih dari sekedar sahabatku. Dan aku tak ingin menyebut hubungan kita ini adalah hubungan persahabatan. Aku lebih suka menyebutnya, persaudaraan. Berawal dari satu pertanyaan sederhana di teras masjid. “apa hikmah yang didapat dari kebersamaan kita selama 4 tahun lebih ini?”. Dan itu jadi PR untukku menemukan hikmah dari kisah kita. Karena aku percaya bahwa setiap kisah pasti ada hikmahnya. Begitu juga dengan kisah kita.

Dari seorang Hawa, aku belajar tentang arti keteguhan, optimisme totalitas dan semangat dalam berjuang. kau wanita yang tangguh, ukhti. Ada kebersamaan-kebersamaan yang kita lewati berdua. Ada beberapa kisah dan hal yang kita simpan sendiri. terimakasih telah mempercayaiku dan terimakasih telah mau mendengarkan kisahku. Dan kita masih punya satu proyek penelitian yang kita bicarakan minggu malam, kita sudah punya gambaran rumusan masalah dan hipotesisnya tinggal mengumpulkan data dan menganalisisnya. Tapi penelitianmu yang sesungguhnya tetap harus jadi prioritas utama, taklukkanlah professormu itu. Idul adha kemarin kupikir bisa membalaskan dendam kita pada mereka yang sudah membantai kita mencuci dapur di idul adha tahun lalu, ternyata mereka tidak datang. Hemm. Aku masih ingat ketika kita berdua menangis berjamaah di LDK 2, kita memiliki latar belakang yang berbeda dengan tangisan akhwat yang lainnya dan itulah sebabnya kenapa kita masih tersedu saat yang lain sudah selesai dengan tangisannya. Kita memiliki motif yang sama saat menangis waktu itu. Yang tau hanya aku, kau, Dia dan dia yang telah membuat kita menangis. Terimakasih telah menemaniku menangis..

Dari seorang Wiwit, aku belajar tentang kedewasaan, kemandirian dan belajar menjadi seorang yang bijak dan tenang. And you still my best patner, ukhti. Satu tahun di DIKWAH bersamamu adalah hal luar biasa yang kudapatkan di tahun kedua menginjakkan kaki di Nurul Ilmi. Bersama 2 patner kita yang hmm.. luar biasa itu, pak kadep yang sering kita bertiga omelin kalo sms ga di bales dan pak kabid yang selalu membuat kita kenyang tertawa. Aku merasakan itulah tim tersolid yang pernah kutemukan. Si MINI, Tadzakur, IMAGE, dan flashdisk yang kita beli dari hasil patungan adalah awal dari mimpi yang kita bangun bersama meskipun mimpi itu harus kau lanjutkan sendiri setelah kita terpisah di tahun berikutnya. Terimakasih ya sudah menemaniku menangis saat bu keput 2008 mengumumkan aku harus melanjutkan amanahnya yang artinya adalah aku harus terpisah darimu. Aku semakin terisak ketika kau memelukku, saat itu yang terlintas dalam bayanganku adalah episode-episode kebersamaan kita di DIKWAH. Terimakasih juga sudah menemaniku menangis saat peresmian Masjid baru Nurul Ilmi. Kau tau sebab aku menangis saat itu..

Dari seorang Ery, aku belajar menjadi pribadi yang ceria, yang selalu memperlihatkan wajah cerianya setiap kali bertemu saudara-saudaranya sekalipun sedang ada masalah. Suasana menjadi ceria ketika kau hadir. Dan taukah kau ukhti?saat kau tak ada, kami selalu rindu dan terbayang gayamu yang khas, yang polos dan apa adanya. Kau menjadi dirimu sendiri. ada saat-saat kita berdua menjadi sangat kompak yang selalu membuat mereka (hawa, risna, nia, Uji, wit. Red)terpesona pada kita. Hhe. Entahlah apa sebutannya. Terimakasih untuk keceriaan dan semangat yang selalu kau tularkan….

Dari seorang Risna, aku belajar tentang sifat tawadhu, totalitas perjuangan, dan pengorbanan dalam berjuang. Kaupun wanita yang tangguh. Aku juga belajar mensyukuri nikmat darimu. satu kalimatmu yang masih kuingat sampai sekarang, “syukuri nikmat agar hati tak banyak menuntut”. Kalimat itu sangat menginspirasiku, ukhti. Masih ingatkah kau?saat kita menerobos hujan bersama princess, kau memboncengku naik sepeda dari kampus 2 ke kampus 1. It’s so romantic, ukhti. Hhe. Kita punya mimpi yang sama bahkan kita bertarung untuk mendapatkannya, mimpi menjadi menteri pendidikan negeri ini. Kali ini aku takkan lagi memaksamu menjadi wakil menteri pendidikan. Karena satu hal, mungkin aku tak bisa mendapatkan mimpi itu, ukhti. Dan aku berharap kau akan terus berjuang mendapatkannya. Aku ingin melihatmu menjadi menteri pendidikan negeri ini. Mungkin suatu saat nanti anakku atau mungkin muridku akan meneruskan estafet perjuanganmu sebagai menteri pendidikan. Terimakasih telah banyak menginspirasiku..

Dari seorang Fujiarti, aku belajar menjadi pribadi yang amanah, sederhana, dan mandiri. Bandung, 20 desember 2010 kita mengawali mimpi yang sama; sebuah sekolah alam. Terimakasih sudah menemaniku dalam perjalanan sehari semalam itu, ukhti. Ada hal yang hanya diketahui oleh kau, aku, Dia dan mereka. Aku tak tau apa jadinya jika saat itu aku tak pergi bersamamu. Hhe. Rasanya rindu ingin kembali ke tempat itu. Aku akan berjuang untuk menghadirkan tempat seperti itu disini. Dan aku akan mengajakmu merealisasikan mimpi kita. Terimakasih juga karena kau sudah menularkan seleramu padaku. Mulai dari tas, gamis, sampai sepatu. Sekarang ibu sudah tak pernah protes lagi atas pilihan barang-barang yang aku beli. Semua karena ilmu yang kau bagi denganku..

Dari seorang Nia, aku belajar tentang kesabaran, keteguhan dan pengorbanan seorang anak terhadap orangtuanya juga pengorbanan seorang adik untuk kakaknya. Ukhti, orang-orang seringkali sulit membedakan kita, seringkali tertukar yang mana Indri dan yang mana Nia bahkan ada yang menyebut kita kembar. Entah darimana asalnya. Mungkin karena kita terlampau sering bersama ditambah kesukaan kita yang sama; mie dan cappucino. Yang aku tau, kita sama-sama bandel titik. Terimakasih sudah mengajariku arti penting seorang adik untuk kakak. Darimu, aku belajar menjadi seorang kakak yang baik untuk adikku. Kurasa, kau paling tau betapa aku menyayangi adikku. Sudah sering rasanya aku menangis karena hal itu di hadapanmu. Terimakasih sudah menenangkanku saat aku merasa gagal menjadi seorang kakak. Terimakasih juga sudah 2 kali membuatku khawatir dan bingung. Kau tentu tak lupa kejadian kau menghilang saat malam LDK 1 tahap 2 di bobos.

Dari seorang Ayu, aku belajar menjadi seorang akhwat yang lembut, dari tutur kata, cara memadukan warna dalam berpakaian, cara bicara, pokoknya akhwat banget. Sampai-sampai kalau melihatmu, aku seperti melihat es krim berjalan. Manis banget, hhe. Terimakasih sudah mengajariku menjadi akhwat yang feminim. Di balik sikap polosmu, kau begitu cerdas. Tapi kau selalu rendah hati dengan kelebihanmu itu. Kita sama-sama memiliki kekurangan yang sama, sama-sama kekurangan berat badan. Hhe. Kurasa belum ada yang memenangkan kompetisi yang kita berdua buat sendiri, yang pesertanya kita sendiri, dan juri nya pun kita sendiri. Kita pun belum menentukan deadline kompetisi itu, ukhti. Kurasa, perlu ada pembicaraan khusus untuk membahs kompetisi kita itu. Hhe. Terimakasih sudah memotivasiku..

Dari seorang Tika, aku belajar menjadi pribadi yang selalu ceria, semangat dan bijak. Kau tau, kau adalah orang yang luar biasa ukhti. aku berharap bisa bertemu denganmu di negeri sakura. Nanti jika kantong ajaib doraemon sudah ditemukan, aku akan mengajakmu terbang kesana. Hhe. Kejarlah mimpimu ukhti, sebanyak apapun dan apapun itu.

Dari seorang Yuli, aku belajar menjadi pribadi yang tangguh. Aku begitu bangga dan salut padamu, ukhti. Mengerjakan skripsi dan menyelesaikannya tepat waktu saat usia kendunganmu sudah besar bahkan kau melahirkan ditemani tugas skripsi. Kau seorang mahasiswi sekaligus ibu yang luar biasa. Tak semua orang bisa menjalankan dua peran dengan tugas yang berbeda itu dalam waktu yang bersamaan. Aku yakin jagoan kecilmu bangga memiliki ibu sepertimu. Terimakasih sudah memberiku satu keponakan yang sampai saat ini belum kujenguk. Maafkan aku ya, titip salam sayang dan titip satu cubitan sayang dariku untuknya

Dari seorang Dewi, aku belajar tentang pengorbanan untuk adik-adik. Untuk mereka, kau siap berkorban. Kau begitu tangguh, ukhti. Terimakasih sudah membantuku meyakinkan ibuku tentang satu hal. Sungguh itu sangat membantuku. Hhe.

Satu lagu untukmu, ukhtifillah. “

bergegaslah, ukhti... tuk sambut masa depan



tetap berpegang tangan, saling berpelukan



berikan senyuman tuk sebuah perpisahan



kenanglah ukhti... kita untuk slamanya!





satu alasan kenapa kau kurekam dalam memori



satu cerita teringat didalam hati



karena kau berharga dalam hidupku, ya ukhti



untuk satu pijakan menuju masa depan







saat duka bersama, tawa bersama



berpacu dalam prestasi... hal yang biasa



satu persatu memori terekam



didalam api semangat yang tak mudah padam



kuyakin kau pasti sama dengan diriku



pernah berharap agar waktu ini tak berlalu



ukhti... kau tahu, kau tahu kan?



beri pupuk terbaik untuk bunga yang kau simpan





Thanks for being part of my life…

Rabu, 19 Oktober 2011

Jingga di Indahnya Senja

Siang itu Adzan Dzuhur berkumandang indah menyapa jiwa-jiwa yang selalu merindukan Rabbnya. Seorang gadis berlari terburu-buru menuju masjid kampus, jilbab birunya yang terjuntai panjang dibiarkannya diterpa angin. Wajahnya kini tampak lebih bercahaya dengan setetes air wudhu yang belum mau pergi dari wajahnya yang teduh. Namanya Senja, seorang mahasiswi berprestasi dengan segudang aktifitasnya sebagai aktifis dakwah kampus. Seantero kampus pun tau sosoknya yang lembut, santun, cerdas, gesit, mencerminkan seorang muslimah yang taat. Setidaknya citranya begitu mempesona seakan tak ada celah sedikitpun. Sebagai seorang akhwat, ia begitu menjaga izzahnya.
Suatu hari, kampus hijau itu geger oleh sebuah akun jejaring social yang menampilkan foto seorang gadis berparas cantik dengan pakaian mengumbar aurat. Memang hal seperti bukan lagi hal yang tabu saat ini. Tetapi menjadi sangat tabu ketika masyarakat kampus begitu mengenali sosok gadis tersebut. Dan gadis itu adalah gadis yang dikenali masyarakat kampus sebagai Senja, sosok aktifis berprestasi yang begitu kuat menjaga izzahnya sebagai seorang wanita muslimah selama ini.
“ternyata jilbab panjangnya itu hanya topeng!!”
“dakwah… dakwah….?! Percuma!!!kalo ga bisa mendakwahi diri sendiri, munafik!!!”
Pedas, tajam lidah dimana suara itu berasal. Tak sampai tiga hari, foto itu bersebaran di pojok-pojok kampus hijau, tentunya di bumbui dengan kalimat-kalimat yang pedas dan tajamnya nya mengalahkan cabai rawit dan keris milik Ken Arok. Efeknya pun tak hanya beimbas pada Senja, sang pemeran utama. Pandangan sinis yang dialamatkan pada Senja kini mampir juga pada Citra LDK yang selama ini mendapat tempat istimewa di hati masyarakat kampus. Krisis kepercayaan mulai bertebaran di hati masyarakat kampus pada LDK, hal ini terbukti dengan semakin menipisnya jumlah mahasiswa/i yg hadir di agenda-agenda LDK yang biasanya selalu kebanjiran peserta.
Akhirnya sidang pun terpaksa di adakan terkait dengan fenomena ini,tentu saja dengan menghadirkan senja sebagai aktris utama. Hanya air mata yang berbicara, cukup menjelaskan betapa perihnya hatinya menghadapi hal ini. Bukan karena nama baiknya yang hancur, tapi karena imbasnya dirasakan pada dakwah di kampus ini. Kata yang sempat ia lontarkan hanya kata maaf dan penyesalan sebelum akhirnya ia tak kuasa menahan tangisnya, kemudian pergi meninggalkan wajah heran bercampur iba milik saudara-saudara seperjuangannya. Senja beruntung karena ia memiliki saudara-saudara yang melingkarinya dengan ikatan ukhuwah. Bahkan mereka menduga ada pihak-pihak yang memanipulasi fotonya.
“Mungkin saja ada yang tidak suka pada Senja atau mungkin pada LDK sehingga membuat makar seperti ini, kita harus menyelidikinya dan mengusut tuntas kasus ini. Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Karena ini bukan saja menyangkut harga diri ukh Senja tapi juga harga diri LDK dan yang terpenting harga diri Islam!!” Orasi singkat dari Akh Hilmi, beberapa menit ketika Senja meninggalkan ruangan. Ikhwan yang satu ini memang terkenal orator ulung, hobinya aksi di jalan. Tak heran, orasi dadakannya itu mampu membakar semangat saudara-saudaranya.
Mereka masih melanjutkan orasi berikutnya dari akh Hilmi, mencoba menyusun strategi pembongkaran makar. Sedangkan aku, aku memilih untuk mencari senja, tak perlu bingung-bingung mencarinya. Aku tau kemana ia pergi, di pojok teras masjid yang berhimpitan dengan kolam yang meneduhkan. Senja masih tersedu ketika aku menghampirinya. Tanpa kata, dengan lembut aku mengelus kepala saudara yang sangat aku kasihi. Demi Rabbku yang jiwaku berada di tangan Nya, aku tersayat melihat tangisnya. Aku bisa merasakan perihnya luka yang ia rasakan. Dan Demi Rabbku, aku mutlak tak percaya bahwa foto tersebut adalah fotonya. Aku mengenalnya sejak masa awal bimbingan mahasiswa baru, ia ku jumpai sebagai seorang muslimah yang taat dan pandai menjaga dirinya sebagai wanita muslimah. Senja juga yang membuatku berubah menjadi lebih baik seperti ini, mengenal dan mencintai dakwah.
Untuk beberapa menit kubiarkan Senja menghabiskan sisa airmatanya di pelukanku. Pelukan dan diamku cukup untuk menenangkan Senja. Tanpa diminta, Senja pun mulai angkat bicara tentang masalah pelik yang sedang dihadapinya.
“Ukhti, afwan ya ana sudah menghancurkan mimpi-mimpi dakwah kita di kampus ini. Ana sudah membuat nama islam jelek padahal kita semua sudah susah dan payah berjuang mewarnai kampus kita dengan warna islam. Tapi ana sudah merusak warna itu, menodai perjuangan antum semua. Ana....” sengaja ku tarik lagi ia dalam pelukku erat-erat sebagi tanda bahwa ia tak boleh meneruskan kata-katanya.
“anti ingat, anti yang selalu bilang kalo setiap muslim itu bagaikan satu tubuh, ketika ada yang sakit maka yang lainpun merasakan sakit yang sama. Kalo anti masih sayang ana, teman-teman dan dakwah ini. Anti ga boleh lagi mengeluarkan kata-kata itu. Ana ga mau denger lagi, ukh. Sakit ana dengernya. Kita disini yakin, kalo anti ga bersalah meskipun anti ga menceritakan apa yang sebenernya terjadi”.
Isak tangis Senja jauh lebih redam, ia lemparkan pandangannya ke langit biru seperti mencari sesuatu di balik birunya langit itu. Dan ia pun mulai berkisah,
”Foto itu asli, ukh. Bukan manipulasi...” pernyataan yang cukup membuatku tersentak.
“Gadis di foto itu Jingga namanya. Dia..... adik kembarku. Orangtuaku membawa kami pindah ke jepang ketika usia kami masih 3 tahun. Kami dibesarkan dalam budaya disiplin Jepang beserta kebebasannya, gaya yang hidup bebas, sebebas-bebasnya. Hal ini yang akhirnya memaksa kakek dan nenekku terbang ke Jepang untuk menyelamatkan salah satu dari kami, dan akulah yang beruntung saat itu. Aku dibawa pulang ke Indonesia oleh kakek dan nenekku ketika usiaku 10 tahun. Sejak saat itu hingga saat ini aku hidup di bawah bimbingan kakek dan nenekku. Dan disini, aku mendapatkan pendidikan agama yang tak kudapatkan di Jepang. Sedangkan Jingga, ia tumbuh menjadi gadis modern dengan prinsip hedonisme yang telah melekat dalam hidupnya sejak kecil. Setelah 20 tahun membiarkan Jingga di bawah pendidikan yang tak bermoral, Jingga dipaksa pulang ke Indonesia oleh kakekku. Beliau semakin gelisah dengan kondisi Jingga saat ini. Dan...Jingga akan menjadi bagian dari kampus kita mulai pekan depan”
“Ya Allah...” hanya kalimat itu yang bisa keluar dari mulutku
“Aku tau bahwa foto itu adalah foto Jingga, ia coba beradaptasi dengan kampus barunya melalui dunia maya. Berteman dengan beberapa mahasiswa kampus ini lewat jejaring sosial itu. Hanya saja...”
Aku merangkul erat sahabat sekaligus saudara terbaikku itu. Kali ini aku yang menangis di pundaknya. Menanti kalimat lanjutan darinya.
“Sungguh ukhti, aku tak peduli dengan penilaian orang terhadapku saat ini. Biar saja mereka bilang aku munafik dan sebagainya. Tapi aku merasa berdosa pada LDK dan dakwah ini. Aku merasa telah mengkhianatinya. Satu hal lagi, ukh. Aku merasa telah gagal sebagai aktifis dakwah kampus. Aku mungkin bisa berhasil melebarkan sayapku untuk dakwah ini, menjadi bagian dari keberhasilan dakwah kampus kita meskipun kini aku telah menghancurkannya. Aku gagal sebagai aktifis dakwah keluarga. Aku gagal mengajak adikku kepada kebenaran. Aku dan Jingga adalah kembar identik. Sungguh tak ada perbedaan yang nampak diantara kami berdua. Tapi itu menyakitkanku ukh. Ketika melihat Jingga berpakaian mini, aku seperti melihat diriku yang terbalut dalam busana “seadanya” itu. Jika melihat Jingga bergaul bebas dengan teman laki-lakinya, aku seperti melihat tubuh yang dijamahi dengan bebas oleh para pria itu adalah tubuhku. Aku merasa...”
“Sudah ukhti, jangan dilanjutkan. Aku tak sanggup mendengarnya..” Tangis Senja kembali pecah di pelukku.
Aku menunggu ia benar-benar tenang sebelum membuka kata.
“Anti tau, kisah nabi Nuh As yang tak mampu membawa anak dan istrinya ikut serta dalam perahunya. Anti tau, kisah nabi Ayyub As yang menahan sakit sendiri ditinggalkan keluarganya. Anti tau, bahkan Rasulullah Saw pun tak mampu mengajak paman tercintanya, Abu Thalib masuk islam sampai akhir hayatnya. Tapi apakah Rasulullah Saw mundur dari dakwah ini. Tidak ukh. Beliau melanjutkan dakwahnya sekalipun beliau tak mampu mengajak pamannya. Anti tau, kisah nabi Yunus As yang putus asa setelah tak ada satupun kaumnya yang mau mengikuti ajarannya. Allah sengaja mengirim Nabi Yunus masuk ke dalam perut Hiu untuk bermuhasabah atas keputusasaannya. Ukhti, kita hanya diwajibkan untuk berikhtiar sedangkan hasilnya biarkan menjadi hak prenogatif Allah swt”. Alhamdulillah kalimatku itu mampu menenangkan hatinya. ‘
Dan burung pipit melintas di atas kolam di hadapan kami. Menari indah di langit Senja yang hangat hari itu.
******
Seminggu kemudian, seisi kampus dilanda gempar oleh kehadiran Senja dengan penampilan yang “seadanya”. Rambutnya yang berwarna kemerah-merahan di biarkan terurai panjang disapu angin. Kaosnya yang ketat terlihat sepadan dengan rok mini nya yang memamerkan kakinya yang jenjang. Lebih mirip dengan boneka barbie. Belum hilang keterkejutan mereka melihat sosok Senja dengan Chasing baru. Mereka dikejutkan dengan kejutan berikutnya. Di belakang si barbie, seorang gadis mengikuti langkahnya di belakang. Gadis itu juga Senja dengan jilbab panjangnya seperti biasa. Mereka dibuat terkesima oleh dua gadis cantik ini.
Senja tak banyak bicara sejak awal kasus ini sampai akhirnya kehadiran Jingga di kampus. Ia membiarkan orang menilainya sesuka hati mereka. Setelah hari dimana ia mencurahkan hatinya padaku di bawah langit senja. Senja bangkit dari keterpurukannya. Ia yang kemarin-kemarin mulai lenyap dari kegiatan LDK karena kasus itu, akhirnya mau kembali aktif dengan berbagai kesibukan dakwah kampusnya. Ia tak lagi peduli dengan sindiran pedas dan lirikan tajam orang-orang. hanya ia balas dengan senyuman. Kisah Rasulullah Saw yang menguatkannya, kisah dimana Rasulullah Saw diuji Allah dengan kutukan, fitnah, caci maki, tuduhan, lemparan batu, kotoran hewan bahkan cucuran darah menghiasi tubuhnya di setiap hari. Aku sungguh bangga pada saudaraku ini. Aku mencintaimu karena Allah, ukhti. Setelah halilintar dan petir yang kau temui di jalan ini, pasti akan ada pelangi yang akan menambah indah langit biru.
Setelah kehadiran Jingga beberapa hari di kampus, masyarakat kampus sudah mengerti dengan sendirinya apa yang sebenarnya terjadi tanpa ada sepatah katapun yang harus dikeluarkan Senja. Banyak kata maaf yang ia terima setiap harinya dari banyak orang di kampus. Dengan lapang hati, ia telah memaafkan mereka jauh sebelum mereka meminta maaf.
Tetapi hal itu tak membuat Senja tenang begitu saja. Ia masih gelisah dengan sikap adikknya, ia masih belum mampu mengubah adiknya menjadi lebih baik. Hingga akhirnya, seorang pria mampu mengubah si cantik Jingga. Pria itu bernama Ibad, yang dikenal sebagai mantan ketua LDK yang alim, cerdas, santun dan lincah. Entahlah pesona akh Ibad mampu membuat Jingga bermetamorfosis menjadi gadis muslimah. Ya, kini ia mulai mencoba berjilbab bahkan mau mengikuti mentoring di kampus. Akh Ibad tak berbuat apa-apa untuk merubah Jingga. Semua karena wajah akh Ibad mirip dengan wajah mantan kekasih Jingga di Jepang yang telah meninggal karena kecelakaan. Karena itulah Jingga ingin menjadi wanita yang mampu menarik hati akh Ibad. Mungkin awalnya niatnya tidak baik, tidak ikhlas karena Allah. Tapi mentoring telah benar-benar mengubahnya. Tentunya tak lepas dari bimbingan kakak kembarnya, senja. Senja tau, akh Ibad memiliki andil atas perubahan Jingga.
Aku tau persis, sempat ada kekaguman yang ia simpan untuk akh Ibad yang sangat menghormati akhwat. Hanya sebatas kagum untuk Senja, tapi aku berharap ada harapan lebih untuk keduanya berpatner dalam kehidupan selanjutnya di negara kecil bernama keluarga. Entahlah mengapa aku sangat mengharapkan hal itu, mungkin karena hal itu pula yang aku lihat dari pancaran wajah akh Ibad setiap kali bertemu Senja.
**********
Hari-hari semakin indah dilewati Senja. Jingga yang semakin muslimah, tugas akhirnya yang telah rampung, dan... khitbah seorang ikhwan untuknya. Dan benar saja harapanku terwujud. Ikhwan itu adalah akh Ibadurrahman. tapi ia gundah mengambil keputusan. Ia tau persis perasaan Jingga pada akh Ibad. Senja tak ingin melihat Jingga kembali ke masa lalunya jika ia tau cintanya tak berbalas. Di setiap malam, ia untaikan doa dalam sholat istikharah. Tapi hasilnya semakin membuatnya gundah. Seakan-akan Allah menunjukkan bahwa akh Ibad adalah imam yang Allah pilihkan untuknya.
Aku tau persis hati Senja, hatinya lembut selembut salju. Ia tak sampai hati bahagia di atas penderitaan orang lain apalagi Jingga, saudara kembarnya sendiri. Terlebih dampak buruk yang mungkin akan mempengaruhi Jingga.
Di bawah langit senja, ia sampaikan keputusannya padaku. Bahwa ia menolak pinangan akh Ibad. Ia meminta akh Ibad untuk menikahi Jingga. Aku, orang pertama yang menolak keputusannya. Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Keputusan Senja sudah bulat.
“Jika niat akhi menikah adalah karena Allah, tentu antum takkan terlalu ambil pusing sekalipun bukan ana yang akan mendampingi akhi. Yang penting, akhwat itu adalah akhwat yang sholihah”
Dan dengan hati yang sebenarnya berat, akh Ibad pun menikah dengan Jingga. Ia ingin menjaga niat ikhlasnya dalam menikah.
Setahun sudah mereka menikah dan Jingga dianugerahi calon bayi yang ada dalam rahimnya. Hari itu ketika layar senja terkembang, Jingga bertarung nyawa untuk melahirkan anaknya. Tapi kondisinya begitu lemah. Beberapa jam setelah bayi nya lahir, Allah menjemput Jingga kembali ke tanganNya. Sebelumnya, ada pesan yang Jingga sampaikan pada suami tercintanya dan kakak kembarnya. Jingga ingin akh Ibad menikahi Senja setelah ia tiada nanti.
Semburat warna jingga di langir senja tertutup oleh awan hitam yang kemudian disusul dengan pertunjukan hujan di langit senja saat itu menemani hujan airmata kami yang menemaninya. Selamat tinggal Jingga... semoga Allah menempatkanmu bersama orang-orang yang sholeh. Amiiiin....
Seminggu berikutnya, aku menjadi saksi bahagia atas pernikahan saudara terbaikku, Senja dan akh Ibad. Aku menatap bahagia mereka yang bersanding di pelaminan bersama Jingga di pelukanku. Ya, bayi mungil yang baru berusia seminggu itu diberi nama sama dengan nama ibunya, Jingga.
Kutatap langit, ada Jingga di indahnya Senja.........

Kamis, 13 Oktober 2011

Wahai Pemilik hatiku, aku titip hatiku padaMu...

Entahlah rasa apa yang sedang mengamuk dalam hati ini.
Apakah ada setan yang terselip hingga membuatnya sesak??
Sampai kapan rasa ini terus menyesak ya Rabb..
Rasanya aku ingin sekali merobek tubuhku untuk mengambil hatiku. Aku ingin tau ada apa di dalam sana hingga rasanya ia begitu menyesak. Jika ia terlihat begitu kotor, aku ingin membasuhnya dengan air mata penyesalan dan mengusir semua setan yang mengganggunya.
Mungkinkah karena ada rasa yang lahir belum pada waktunya. Mungkinkah aku tak bisa menjaganya, hingga mengundang setan hadir menyelinap di celah-celah rasa itu.
Untukmu yang telah terlanjur hadir dalam ruang pikirku, bantu aku menjaga hati kita.
Ijinkan aku mengusir rasa yang tertulis atas namamu dari hatiku.
Aku takkan membuangnya, hanya menitipkannya pada Pemilik Hatiku sampai waktunya tiba. Aku yakin ia akan aman bersama Pemilik hatiku. Sehingga setan tak tertarik untuk menyelinap.
Biar sesak dan sulit untuk melewatinya asalkan ridhoNya di tangan kita pada akhirnya.
Suatu saat rasa itu akan aku ambil kembali disaat yang tepat, saat rasa itu telah halal untuk bersemayam dihatiku dan setan tak punya hak mengganggunya lagi.
Istiqomahkan aku ya Rabb, sampai waktu itu tiba...
Di bawah langitNya, 08 oktober 2011

Assyifa

Kamis, 06 Oktober 2011

Cintaku tak bisa dinilai lewat angka

Dan inilah aku. Aku memang tak seperti yang lain. Bahkan hasil akhirku di perjalanan studi ini bisa jadi penghalang mimpiku. Sudah pasti hasilnya tak sebagus yang lain bahkan mungkin tak bisa disebut bagus. Setidaknya itu yang tergambar dari kumpulan angka yang kudapat selama 4 tahun ini. Tentu telah lahir banyak alasan yang melatarbelakanginya. Bahkan mungkin alasan itu yang membuat orang memicingkan mata dengan hasil yang kuperoleh ini. Ya, inilah hasil dari berjibaku dengan organisasi. Selamat menikmati. Penyesalan memang selalu datang di akhir.
Penyesalan yang mana?menyesal karena telah menghabiskan sebagian waktuku untuk jalan dakwah ini?kujawab dengan pasti, TIDAK!!. Aku tidak pernah menyesal ada di jalan ini. Karena aku benar-benar percaya bahwa Allah akan menolong orang-orang yang menolong agama Allah. Aku percaya. Jikapun harus ada yang aku sesali, maka itu adalah kekhilafanku sendiri yang tak bisa membagi waktu dengan baik antara kuliah dan amanah dakwah ini. Ya, aku menyesali diriku sendiri bukan pilihanku.
Aku puas dengan hasil ini. Setidaknya dengan hasil ini, aku tidak menipu diriku sendiri, menipu orangtuaku, menipu orang-orang sekitarku dan yang paling penting aku tidak menipu Sang Maha Mengetahui, Allah. Hanya Allah, kertas-kertas ujian dan semua tugas-tugasku yang tau pasti bagaimana caraku untuk mendapatkan angka ini. Sekalipun angka-angka itu tak mampu mewakili apa yang telah aku dapatkan. Biarlah kata munafik terlempar di wajahku, ketika aku tak ingin menipu diri dengan menyontek sekalipun hanya tugas. Ya, silahkan semua orang bebas berpendapat tentangku.
Biarkan aku jelek di mata mereka, asal tidak di mata-Mu. Biarkan mereka palingkan wajah mereka dariku, asal jangan Kau palingkan wajah-Mu dariku. Bukankah Allah menilai proses bukan hasil dan adakah penilaian yang lebih adil dari Sang Maha adil?
Ayah…ibu… biarkan aku membuatmu bangga dengan caraku sendiri. biarkan aku mencintaimu dengan caraku sendiri. Maaf jika caraku ini membuatmu sedikit kecewa, tapi ijinkan aku membuktikan bahwa suatu saat nanti, aku akan mempersembahkan langit surga untukmu… langit surga yang nilainya tak terwakilkan lewat angka… karena cintaku tak dinilai dengan angka.

Di Bawah LangitNya, 06 oktober 2011

Assyifa..